KAJIAN GANDER DALAM PELAYANAN LEARNING ACTIVITY
KAJIAN GANDER DALAM
PELAYANAN LEARNING ACTIVITY
Gender
merupakan peran sosial dimana peran laki-laki dan perempuan ditentukan
perbedaan fungsi, perbedaan tanggung
jawab laki-laki dan perempuan sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat berubah
atau diubah sesuai perubahan zaman peran dan kedudukan sesorang yang
dikonstrusikan oleh masyarakat dan budayanya karena seseorang lahir sebagai
laki-laki atau perempuan (WHO 1998).
Kehamilan
adalah suatu keadaan di dalam rahim seorang wanita terdapat hasil konsepsi
(pertemuan ovum dan spermatozoa). Kehamilan merupakan suatu proses yang alamiah
dan fisiologis (Yanti, 2017)
Ketidakadilan Gender
(Gender Inequality)
Perbedaan
gender sesunggunhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan
gender (Gender Inequality). Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur
di mana baik kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut.
Ketidakadilan gender itu menurut para feminis akibat dari kesalahpahaman
terhadap konsep gender yang disamakan dengan konsep seks. Perbedaan gender
mengakibatkan ketidakadilan. Ketidakadilan tyersebut bisa disimpulkan dari
manifestasi ketidakadilan tersebut yakni: Marginalisasi, subordinasi,
stereotipe, kekerasan (violence) dan beban kerja lebih panjang dan lebih banyak
(burden) atau (double burden). Berikut kita uraikan masing-masing dari bentuk
ketidakadilan gender tersebut.
1.
Marginalisasi:
Marginalisasi artinya : suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis
kelamin yang mengakibatkan kemiskinan.
Banyak cara yang dapat digunakan untuk memarjinalkan seseorang atau
kelompok. Salah satunya adalah dengan menggunakan asumsi gender. Misalnya
dengan anggapan bahwa perempuan berfungsi sebagai pencari nafkah tambahan, maka
ketika mereka bekerja diluar rumah (sector public), seringkali dinilai dengan
anggapan tersebut. Jika hal tersebut terjadi, maka sebenarnya telah berlangsung
proses pemiskinan dengan alasan gender.
Observasi dan identivikasi terhadap bentuk – bentuk ketidak adilan
gender di sekitar lingkungan tempat tinggal : ketika ada seorang buruh pabrik
perempuan yang sedang hamil, lalu izin untuk tidak masuk bekerja, ia bisa
diancam potong gaji atau bahkan pemutusan hubungan kerja. Ada pula yang
menganggap perempuan lebih layak mendapatkan jabatan lebih rendah dibandingkan
laki-laki pada suatu profesi. Hal ini terjadi karena kuatnya budaya patriarki
di tengah masyarakat.
Pekerjaan yang berkaitan dengan pembangunan (gedung, jalan, dan
sebagainya) minim kontribusi perempuan karena perempuan dianggap lemah secara
fisik dan psikologi, fungsi reproduksi perempuan dinilai akan menghambat
pekerjaan (ketika perempuan haid, hamil dan menyusui).
2.
Subordinasi
Subordinasi Artinya : suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran
yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain.
Telah diketahui, nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, telah
memisahkan dan memilah-milah peran-peran gender, laki-laki dan perempuan.
Perempuan dianggap bertanggung jawab dan memiliki peran dalam urusan domestik
atau reproduksi, sementara laki-laki dalam urusan public atau produksi.
Pertanyaannya adalah, apakah peran dan fungsi dalam urusan domestic dan
reproduksi mendapat penghargaan yang sama dengan peran publik dan produksi?
Jika jawabannya “tidak sama”, maka itu berarti peran dan fungsi public
laki-laki. Sepanjang penghargaan social terhadap peran domestic dan reproduksi
berbeda dengan peran publik dan reproduksi, sepanjang itu pula ketidakadilan
masih berlangsung.
3.
Sterotipe
atau Pelabelan Negatif
Semua bentuk ketidakadilan gender diatas sebenarnya berpangkal pada
satu sumber kekeliruan yang sama, yaitu stereotype gender laki-laki dan
perempuan.Stereotype itu sendiri berarti pemberian citra bakuatau label/cap
kepada seseorang atau kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah
atau sesat.
Pelabelan umumnya dilakukan dalam dua hubungan atau lebih dan
seringkali digunakan sebagai alasan untuk membenarkan suatu tindakan dari satu
kelompok atas kelompok lainnya.Pelabelan juga menunjukkan adanya relasi kekuasaan
yang timpang atau tidak seimbang yang
bertujuan untuk menaklukkan atau menguasai pihak lain.Pelabelan negative juga
dapat dilakukan atas dasar anggapan gender. Namun seringkali pelabelan negative
ditimpakan kepada perempuan.
Perempuan : tugas pokoknya adalah memasak, mencuci, mengasuh anak, dan
tugas rumah tangga lainnya. Perempuan : lemah, cengeng, perasa, sensitif.
4.
Kekerasan
Kekerasan
(violence) artinya tindak kekerasan, baik fisik maupun non fisik yang dilakukan
oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat atau
negara terhadap jenis kelamin lainnya. Peran gender telah membedakan karakter
perempuan dan laki-laki. Perempuan dianggap feminism dan laki-laki maskulin.
Karakter ini kemudian mewujud dalam ciri-ciri psikologis, seperti laki-laki
dianggap gagah, kuat, berani dan sebagainya. Sebaliknya perempuan dianggap
lembut, lemah, penurut dan sebagainya.
Sebenarnya
tidak ada yang salah dengan pembedaan itu. Namun ternyata pembedaan karakter
tersebut melahirkan tindakan kekerasan. Dengan anggapan bahwa perempuan itu
lemah, itu diartikan sebagai alasan untuk diperlakukan semena-mena, berupa
tindakan kekerasan.
Contoh
: Kekerasan fisik : dipukul, ditampar. Kekerasan seksual : dipegang pada bagian
tubuh tertentu (tanpa persetujuan darikorban?) Kekerasan psikologis : ucapan
menyakitkan, kata-kata kotor, bentakan, hinaan dan ancaman.
5.
Beban
ganda (double burden)
Beban
ganda (double burden) artinya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis
kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya.
Peran
reproduksi perempuan seringkali dianggap peran yang statis dan permanen.
Walaupun sudah ada peningkatan jumlah perempuan yang bekerja diwilayah public,
namun tidak diiringi dengan berkurangnya beban mereka di wilayah domestic.
Upaya maksimal yang dilakukan mereka adalah mensubstitusikan pekerjaan tersebut
kepada perempuan lain, seperti pembantu rumah tangga atau anggota keluarga
perempuan lainnya. Namun demikian, tanggung jawabnya masih tetap berada di
pundak perempuan. Akibatnya mereka mengalami beban yang berlipat ganda.
Segala
bentuk ketidakadilan gender tersebut di atas termanifestasikan dalam banyak
tingkatan yaitu di tingkat negara, tempat kerja, organisasi, adat istiadat
masyarakat dan rumah tangga.
Tidak
ada prioritas atau anggapan bahwa bentuk ketidakadilan satu lebih utama atau
berbahaya dari bentuk yang lain. Bentuk-bentuk ketidakadilan tersebut saling
berhubungan, misalnya seorang perempuan yang dianggap emosional dan dianggap
cocok untuk menempati suatu bentuk pekerjaan tertentu, maka juga bisa
melahirkan subordinasi.
Sebagai
contoh seorang istri harus melakukan pekerjaan rumah tangga seperti memasak,
mencuci, berbelanja, mengasuh anak, melayani kebutuhan suami, dsb, sementara
istri juga bekerja di luar rumah. Sedangkan suami hanya bekerja saja tanpa
mengerjakan tugas rumah tangga (yang umumnya dilakukan istri). Tugas-tugas
rumah tangga tersebut sebetulnya bisa juga dikerjakan oleh suami.
Mewujudkan Kesetaraan Gender
Kesetaraan
gender akan terwujud apabila ada perlakuan yang adil sehingga tercipta kondisi
yang setara, seimbang dan sederajat bagi seluruh masyarakat baik laki-laki
maupun perempuan dalam memperoleh kesempatan, hak, peran dan tanggung jawab di
dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara di segala bidang pembangunan.
Mewujudkan
kesetaraan gender dapat dilakukan dengan menerima perbedaan kodrati individu
laki-laki dan perempuan sebagai hikmah. Kondisi hidup laki-laki dan perempuan
berbeda. Ada kebutuhan-kebutuhan khusus karena fungsi kodrati perempuan. Bicara
gender seharusnya juga mempertimbangkan bahwa kondisi tiap individu laki-laki
dan perempuan berbeda, ada anak-anak, lanjut usia, juga difabel. Semua memiliki
kebutuhan yang berbeda. Untuk itu, mewujudkan kesetaraan gender juga harus
dibarengi dengan kebijakan yang adil gender. Kebijakan yang adil bagi laki-laki
dan perempuan termasuk untuk anak-anak, lanjut usia, dan difabel.
Komentar
Posting Komentar